Sunday

Gawat

Aku hedon. Tidak. Tidak. Cash flow terancam. Mata ke mana-mana.

*iris atm tipis tipis*

Angkot yang kami tumpangi mogok di tengah jalan tadi pagi. Untungnya masih bisa jalan lagi.

Terus mogok lagi teman-teman.
Terus dibenerin lagi.
Terus untungnya nih masih mau jalan tuh, sebelum mati lagi.
Setelah 20 menit, ternyata angkot terbatuk-batuk lalu berhenti.

Michael Theo bangun dari tidur, dengan polosnya nyeletuk, "setengah jam yang lalu kita di situ."

*iris theo tipis tipis*

Alhasil kami terpaksa pindah angkot dan aku ga bisa ambil duit di atm.

By the way doakan kami para generasi-UN-susah-setengah-mati lulus 100% terus nilainya bagus-bagus ya. Lulus undangan, masuk PTN impian, dapet beasiswa, dapet kemudahan, dan lain seterusnya deh oke kan oke dong. Sampai jumpa besok lusa. Sincerely, rasa-deg-degan-di-hatiku.

Saturday

Coincidence or intentional destiny?

What I wanna share now is a.. semi paradox self-thought. A bit complex thought.

Many people keep praying for the best they can get. Sometimes for others, sometimes it's merely theirs. Tuhan, aku pingin ke ITB. Tuhan aku pingin masuk UI. Tuhan izinkan aku masuk pilihan pertamaku. Kenapa aku ambil contohnya soal undangan (apa undian?) soalnya ya kamu berebut kan. You have this thing called chance and it has its limited slot. Gak mungkin dong kamu doain semua orang masuk tapi kamu sendiri enggak. Jahatnya, mungkin ada juga orang yang menimbang-nimbang (termasuk aku sih ga munafik ya) gimana sih yang pada mau masuk situ? Am I commensurable enough? Or should i move?

We always want an involved part in building this brighter future for our society. This is sorta good point to turn the tide. Wait. Involved?

First, what's your point upon the word luck, fortune or suchlike? Most of you probably think it was your luck when you won a game, a blessing through your attainment, a worthy gift you've been desiring, your granted sacrifice, etc. But then where are others' when it is once yours? is it a God-bless-you but none of theirs? so they're not blessed? but isnt it, God bless all the people? If it was a reply for your prayer, isnt it everyone else prayed the same?

Holy ones, the sinners, the badass, the smart one, the atheist, whatever your belief is, He loves you. We're all  breathing. We keeps thinking. Some praise Him some try to find Him.

We all have our own plate. We eat what we take. At times we shared. But in fact we are all really sharing this world of intentionally destiny or what we usually called as coincidence. God didn't choose any prayer or wish to be granted. Excellent. He has the infinite justice.

If you think you're luckier than your opponent, maybe yes. But it's not as He was on your side. Instead, He was on the both side. But you said you won?

Here is my thought.

We cant live this life offhand. We cant just let everything happens autouniversed, by its fate. Nothing would just come out from nowhere rite. People need to prepare something, they need to consider anything, plan it, and fight for what they think worth it. But only God knows.

Ladies and gentlemen, if you're still on the same universe here, let me wake you up.

We're actually living on one big plan. When this is happening, every step we take affects other step of other people's. This other people's step affects another one's and it continues like a domino effect which has no beginning or end. We're all connected. maybe not that close, but there live over seven billion people and this chain of plans keep making me, you, and all the people happening. We keep praying, struggling, wanting and trying, exerting, laboring, we appreciate thing, make values and this society.

Once you got a bad day, maybe somebody else was enjoying a very beatified day. But then someone else come to you to make you happy. You love, then build a family. At the end, you know why things happen. Maybe if you were not sad that day you wouldn't be this way and so on.


So, uh-uh. Keep believing, keep aiming, keep trying. Perhaps you won't know what happens to other people, to your future. God no sleep baby. Be grateful, everything happens really for a reason.


This art of mystery keeps our faith. What a sublime idea He has made then :)

Thursday

Daily Report 1

Halo... puji Tuhan, seneng hasil try out sbmptn yang pertama lumayan memuaskan (berarti belum puas lho ya). Walaupun masih kurang 4% buat bisa masuk Psikologi, which is nomor 4 di UGM tapi masih lolos banget buat ngamanin minat utama: Ilmu Komunikasi sama Hukum hehehe..

Harus ditingkatin lagi, fix ada 20-an (ternyata) jawaban salah itu pun yang sempet aku coret di papernya. Lain kali gak boleh kepedean. Masih ada 2 try out lagi. Jangan tidur mulu pod. Jangan demen bolos les. Masa baru genap 5 kali signing absent list. Malu sama temen-temen yang lain yang berusaha dan bawa buku kemana-mana :(

Temenku, yang sama malesnya tapi brilliant nemen, si Nana, dapet 50.17% buat try out sbmptn perdananya. Aje gilee. Makan apaan tuh anak. Badan kayak sengkek gitu. Apa nutrisinya habis ditransfer ke otak semua, only God knows. Well, hari ini eke dapet sebuah amplop, salah satu dari 11 yang masuk ke kelas. Disyukuri walaupun mungkin gak ngambil. Agak seneng di situ ngasih tau kalo (setidaknya) ternyata eke masih 50% paralel sekolah hahahahahahahahahaha malu banget ya gitu aja bangga. Tambah malu selama ini molor terus di kasur. Entah kenapa jadi kayak disentil buat belajar lebih. Masa dikasi 5 talenta cuma bisa ngembaliin 5 talenta (Matius 25:14-30).

Makasih Tuhan sentilannya sore ini. i love You much more.

Tuesday

Kantung Mata

Kenapa ya mataku berkantong? Gimana ya cara ngilanginnya? Gak ngeblog sekarang? Soalnya udah malem?


Seminggu sebelum libur minggu tenang, itu artinya H-14 UN, ada panggilan aneh setelah bel istirahat kedua berdering. Macem telepon aja udah. Anak marcomm dipanggil Pak Wid. Oik??? Ini kali pertama kami bertujuhbelas masuk ke ruangan beliau atas nama Marcomm. Selama ini kami berurusan langsung dengan Pak Yudi, dan berhenti di situ tanpa melanjutkan hierarki ke rantai setelahnya. Tapi kali ini aneh.

Apa itu Marcomm? Kalau aku ditanyanya dulu, aku pasti udah jawab, "..anak-anak intelnya pak Yudi, mereka tahu segala sesuatu dan menyimpannya di tengah mereka. Telinga di tiap tembok, mata di tiap mata, dan akses yang sangat misterius."

Tapi sekarang aku adalah mereka. Dan aku bukan anaknya pak yudi karena beliau masih lajang, tidak tahu segalanya dan telingaku cuma dua masih nempel di tempatnya dengan sempurna. Marcomm tidak sesempit itu. Dulu memang awalnya mereka dibentuk untuk ikut andil dalam pembuatan Yearbook. Tapi kami dipilih oleh tim sebelumnya atas pertimbangan hierarki. Yearbook tahun kedua, dimana waktu itu dipegang Mas Manaf pure bikin semuanya sendiri. Dari konsep, artikel, translation, foto, lay out, design, sampe naik cetak. Waktu itu aku cuma jadi writer. Tapi ternyata berlanjut ke Yearbook tahun ketiga. Aku dan keempatbelas anak lainnya yang sekarang harus mengerjakan itu semua. Biasanya pengerjaan paling cepet selesai 3 bulan. And we did it.


Tahun keempat, menjejaki tahun terakhir sebagai the youngest batch, ternyata kami masih dimintai lagi buat mengurus diri kami sendiri. Kami bertujuhbelas sekarang, dikumpulkan untuk menyelesaikan tugas sakral itu selama 7 hari, dan kami akan selamat.

Kami mungkin bukan hanya akan selamat, tapi babak belur dan gak berbentuk. Tugas 3 bulan yang biasanya masih membutuhkan tim tambahan harus selesai dalam tujuh hari dan kami sendiri. Mungkin itu kali pertama saya angkat bicara di depan Pak Wid sehubungan kerjaan, tapi memang kami memiliki alasan kenapa sampai saat itu kami belum bergerak. Kami sudah di tahun akhir dan sebentar lagi akan menjalani ujian nasional. Kami sudah mempertimbangkan segala hal dan memutuskan untuk menunda pengerjaan hingga UN selesai, dan kami yakin dengan segala konsep yang sudah kami persiapkan kami akan menyelesaikannya kurang dari dua minggu, tapi tidak sekarang.

Tapi kami gak punya jaminan. Dan dengan segala resiko, kami mulai berdiri dan berjalan. Pecut diayun dan kami mulai berlari. Hingga seminggu berlalu, dan tugas itu selesai dengan amat sangat memuaskan.

Sebuah hal yang ditujukan untuk mengontra pernyataan saya di atas, berhasil kami patahkan sekarang. Hal mustahil itu nyata. Kami bisa. Kami memecahkan 'hal yang belum pernah terjadi dalam sejarah' beliau. Dan itu adalah mujizat.

Di hari pertama UN, saya mendapat kabar, pihak hierarki teratas setuju untuk naik cetak, tanpa revisi sama sekali. Hanya ada satu revisi, halaman 8 di bottom-page caption. Itupun dua huruf. Puji Tuhan. Puji Tuhan.

Salah-enambelas orang terkeren yang pernah aku kenal. My A-team hehe. Love you love you, makasih nasgor tengah malemnya, makasih jajaran laptop dan hujan flashdisknya, lari-lari gosongnya, bangga banget bisa nyelesaiin ini bareng kalian. :)

Monday

Some Things Unshown



Catatan Akhir Semester: December to Remember.

Dulu waktu masih newbie di SMA, X-1 menjuarai hampir semua kompetisi Class Meeting 2011. Di penghujung 2013, di Class Meeting terakhir angkatan kami kemarin, XII IPS 5 menjuarai hampir semua kompetisi non-individu, terutama 3 highlightsnya yakni Choir, Catatan Akhir Semester/Class Video Profile, dan Best Supporter. Hahaha ga pa-palah, namanya juga Class Meeting, tau kan gimana in-groupnya, menang gituan aja rasanya seneng banget. Malam itu semua bersorak. Semua berpelukan. Semua bangga maju ke depan. Semua kenyang makan-makan. Desember 2013.

Video di atas bener-bener dibuat tanpa skrip dan hampir semuanya candid (kecuali pas opening scene videomotion Ecsotic in a word) karena bahkan pas udah pada ngumpul di court, kita juga pada gak ngerti mau ngapain. Banyak yang ngira itu pake mac, enggak kok, pake lenovo thinkpad. Makasih buat Nana yang udah rela laptopnya dipake editing semaleman, super setia gitu sampe ngorok-ngorok pas rendering.

Libur akhir semester Desember 2013.

Menutup dan membuka tahun lagi-lagi sama Memet. Lagi-lagi di Jogja. Dan menyenangkan seperti biasanya. Naik bis berdua, lari-lari di bandara. Kenapa bisa lari-lari padahal naik bis? Karena waktu itu hampir jam 9 dan busway terakhir cuma bisa dicapai kalo kita ambil di shelter bandara. Hal yang paling menyenangkan adalah waktu kita duduk di trans terakhir, berdua, lega, dan sedikit berdahaga. Malam itu kita turun di ring road jakal. Kita jalan kaki sampe kosan Memet. Kurang lebih lima kilo meter, terus makan di burjo.

Besoknya dijemput, terus sarapan buryam, terus nonton, terus belanja (dia yang belanja), terus hujan-hujan di Malioboro.

Malam pergantian tahun, sempet ngumpul sama kakak-kakak di depan kosan Mba Sembod, ada Mba Epho dan Mas Cungkring juga. Terus menjelang jam malam berangkat ke Bukit Bintang. Apesnya, di perbatasan Yk-Bantul kita ditilang. Tilangnya rada disengaja gitu. Geez gausah diungkit bikin males

Waktu itu sebenernya Memet udah mau booking salah satu tempat, tapi karena aku sempet gak dibolehin Mama tahun baruan di Jogja, dia batalin. Akhirnya, malam itu kami cuma makan di warung lesehan. Di sanalah kami menutup tahun.

Ratusan kembang api merekah bersamaan di atas langit Jogja. Ratusan mata menyala-nyala dan setiap hati berharap. Setiap harapan meninggi, membaur bersama gemerlapnya ledakan warna-warni. Dini hari kita meluncur lagi ke Jogja buat BBQ sama Mba Reni, Om Anton, Mba Deni, Om Koko, Om Sasa dan tentu aja si kecil Gema dan Rania di daerah Demangan Baru. Great eve, great memories banget.

How about the Senior Trip?

Akhir Januari/awal Februari 2014. 

Walaupun sekarang disebutnya University Trip. Pokoknya beda dari tahun sebelum-sebelumnya, udah bukan ke Bali, tapi di Jawa aja: Jakarta-Bandung-Jogja.

Berangkatnya naik kereta eksekutif, bukan bus, 6 gerbong (udah kayak hogwarts express isinya anak-anak sekolah). Eksekutif jadi berasa ekonomi saking banyak yang teriak-teriak dan jalan-jalan... Selain itu kali ini gak pake baju bebas, tapi pake kaos-kaos SA. Warna-warni gitu. Belum lagi pas sampe Jakarta, daerah mangga dua banjir haha apes banget.

Selesai choir di tangga Sampoerna Strategic Square, kita dibawa ke Mulia Business Park buat standing mini lunch. Ngopi, cemal-cemil sama Ayik, Reyhan dll, terus balik ke hotel.

Ancol menyenangkan seperti biasanya (ini kali ketiga aku ke dufan). Bedanya mungkin karena kita ke sana pas hari aktif dan dari pagi, jadi gak serame itu. Istana boneka jadi creepy, naik tornado bisa cuma berdua karena mencar-mencar. Well it happened. Aku sih kemarin naik tornado masih berdelapan, lumayan, buat tombo wedhi. Cuma bisa merem karena takut melorot akibat badan lebih mini dari safety holdernya. Merem aja diwolak-walik, merem terus digantung tinggi-tinggi, merem terus diputer-puter kayak cucian. Pokoknya merem aja. Kiri-kananku cowok (lupa siapa aja). Itu kali pertama aku denger teriakan para lelaki. Ditarik Reyhan sama uput ke Hysteria, aku parkir di taman dan nempel di sana selamanya. Gak mau. Gak mau, gak mau.

Akhirnya naik halilintar.

Pipod: Duduk dimana rek?
Puput: Di depan sendiri yuk Han
Reyhan: Oke
Pipod: AKU?
Cahyo: Ta kancani wes

Calon anak UI emang rada suka adrenalin ya. That's that. Aku duduk di seat kedua dari depan sama Cahyo, di belakang Reyan dan Puput.

Kereta akan berjalan dengan lambat dan berderek pelan, sebelum akhirnya menyentuh percepatan maksimal setelah antiklinal pertama. Nah, sepersekian detik sebelum kereta meluncur dari antiklinal, seorang wanita berteriak sekencang-kencangnya.

Ada saat dimana aku ngerasa nyawaku sempet keluar dari ragaku. Gak bisa teriak lagi. Dan itu terjadi di luar kontrolku. Sepersekian detik ada kilasan hal-hal terbaik yang pernah aku lalui. Lebay, mungkin saking takutnya aja. Tapi itu akan jadi rasa yang selalu aku inget (masih lebay).

Makan siang di McD Dufan.  Menyenangkan. Hawanya rada beda kayak di film Zombieland.

Terus kita nyeberang buat main lagi. Aku lupa apa sih nama wahanany. Reyhan & Puput turun dengan pose awal persis sama seperti saat wahana naik. Aku? Teriak-teriak, minta turun, pegangan sekenceng-kencenganya, kebelet pipis, dan malu sama mbak petugas yang cuma anteng.

Selesai dari situ basah-basahan di arung jeram, terus ke teater apa gitu lupa, terus niagara-gara.

Terus kita ke Bandung.

Di bandung turun di depan mall yang udah mau tutup. Bukan mau tidur di mall, tapi jalan ngelewatin dalam mall buat nembus belakang ke hotel. Aneh gitu 150 orang turun dari bus bawa koper jalan-jalan di mall tengah malem.

View dari jendela hotel lumayan menyegarkan mata. Besoknya sarapan di Piazza Venezia, ngerumpi pagi sama mak-mak IPS 5.

Menuju Tangkuban Perahu, suasana hati cerah. Menikmati jalanan Bandung. Makan siang di Grafika Cikole. Dari awalnya bertiga bareng Puput, di Tangkuban Perahu cuma berduaan sama Reyhan. Lari-lari, foto-foto dan cari es teh. Mana dikira pacaran. Cuma bisa ngakak.

Yang apes sorenya. Gimana gak, sampe di Cihampelas hujan. Mana deres. Sepatu basah. Yang lain udah pada sama pacarnya, sama mantannya, sama htsnya, sama anu-anunya. Aku? Beli sendal di indomaret. Uudah jelek, kebesaran, masa keluar uang biru. Ilang lagi sekarang. Waktu itu akhirnya aku balik ke bus numpang sepayung sama Fikri Apep. Muka udah kusut.

Tidur pulas di bus selama perjalanan ke Jogja.

Pagi sampe, sarapan, ganti baju, terus baju yang tersisa ternyata kena noda banjir. Akhirnya pinjem Reyhan kaos.

Anehnya, pas nyampe kota, rasanya bener-bener asing. Kota yang tiap liburan didatengin, jalanan yang udah ngelotok, motoran sendiri ke mana-mana... jadi asing. Kaliurang dan Malioboro juga asing. Super weird.

Malamnya dinner di suatu rumah makan gede gitu, ada mini pensi.

Nyampe Malang masih jam 4 pagi.

Langsung mandi, siap-siap berangkat lagi ke Stasiun. Stasiun yang sama dengan 5 hari sebelumnya. Peron yang sama.

Ada yang ulang tahun. Ada yang gak tau pacarnya udah nyampe Malang. Ada yang gak bisa nelfon berkali-kali. Hampir 2 jam di kereta karena molornya minta ampun. Belum nyentuh kasur. Dan sedikit amburadul. Tapi seneng kesampean juga ngerayain bareng walaupun tanpa perencanaan yang mateng dan kehabisan tiket balik ke Malang.

Akhirya naik bus. Sampe Arjosari, ngangkot ke Gadang. Di Gadang hujan. Ngojek ke Asrama. Mandi. Lalu tidur pulas.

Besok paginya langsung nemenin adek tingkat diklat jurnalistik.

Ya itulah cerita pergantian tahun kali ini. Ujian, try out maupun persiapan UN tidak diceritakan.

Hoam.

Fahrenheit apa Celcius?

Aku ababil. Aku masih mau lulus SMA. Pacarku udah mau semester lima. Aku udah dua tahun lebih sama dia, dua tahun LDR, dan masih ingin bersama. Mungkin dalam ukuran anak SMA aku ngenes, tapi dilihat dari mata orang-orang yang udah nganggep diri mereka grown up dan gak SMA lagi, ini hal biasa, bahkan cenderung merusak mata.

Contohnya, kalau aku lihat ke sekeliling dimana sejauh mata memandang semua masih SMA, kadang aku iri. Semuanya begitu sering bersama, kalau bisa, dari berangkat sekolah, duduk di kelas, jam makan siang harus bersama. Kalau bisa belajar malam atau sabtu pagi wajib dilewatin bersama. Ke mall bersama, ke mitra bersama, ke warung es campur bersama, tiap acara bersama, satu kepanitian bersama, bahkan jualan pun bersama-sama.

Tapi aku gak bisa. Kita beda kelas, beda angkatan, beda jenjang pendidikan, beda kota, beda provinsi, dan tentu saja beda jenis kelamin. Karena ke toilet pun tidak boleh bersama-sama.

Hubunganku beda dari hubungan anak SMA biasanya. Yang bisa liat inbox atau wa tiap menit. Ping bbm dimana-mana, notif line tiap detiknya. Aku bahkan nyaris punya jadwal sendiri buat bisa sms, itu pun bisa jadi sekedar buat ngasih kabar dan jadwal atau minta izin. Bukannya ketemuan, kita cuma bisa telfonan, itu pun sekarang cuma di hari-hari longgar. Ketemuan juga cuma bisa di hari-hari spesial. Tapi sekali bisa, itu bakal jadi waktu-waktu paling berharga.

Mungkin akhir-akhir ini ababilku keluar (kata dia aku ababil coba -_-) saking sibuknya udah keterlaluan.
Tapi akhir-akhir ini nyadar juga, dia lagi sophomore gitu, dia udah kuliah, bukan anak SMA lagi. Gak bisa manja-manjain atau malam mingguan ceria sebebas temen-temen kamu lagi. Dia orang yang punya kesibukan, bukan sama-sama nganggur kayak kamu yang selesai ujian. Dia punya kerjaan yang harus diurus, bukan kamu yang harus jadi kurus.

Tapi kadang aku bingung. Kalo kata dia aku ababil minta perhatian, terus mereka apa dong? Kalo liat ke sekeliling kayaknya begitu banyak cewek-cewek yang gampang banget ngambeknya gara-gara bbm centang. Gara-gara cowoknya sama temen-temennya. Linenya cuma read. Cowoknya duduk sm temen ceweknya. Cowoknya salah ngomong. Cowoknya ada urusan dalam event yang sama, lokasi yang sama, jarak mereka bahkan gak lebih dari 10 meter, dan tetep ngambek. Dan lain sebagainya.

Di dunia para remaja, aku dewasa.

Di dunia para mahasiswa, aku ababil sejati.

Hore, aku ada di paralel world.

Sunday

Rasa Baru

Bisa dipastikan orang pertama yang--bisa dipilih atau gabungan ketiganya--akan menganga, menutup mulut atau setidaknya tertawa melihat tampilan ini adalah Febriyan Arif.

Biarin. Tapi ini bukan plagiarisme ya yik. Aku cuman bosen sama girly-stardustednya Skrivnost yang kemarin. Sama lebarnya Skrivnost yang kemarin. Sama galaunya Skrivnost yang kemarin. Sama angkuhnya Skrivnost yang kemarin. Dan sama sama yang lainnya.

Kenapa harus monochrome gini, ya karena gak ada warna yang lebih dasar lagi selain mereka berdua. Mereka berdua, tapi satu. Mereka romantis.


Yaudah, segitu dulu aja. Buat yang kangen sama tampilan sebelumnya, itu udah masa lalu, jadi cobalah terbiasa. Buat yang baru dateng terus keasyikan scrolling sampe ke bawah-bawah, maaf kalo jadi ada beberapa gambar yang overwidthed karena perbedaan adjustment hehehe..



Yang-lahir-baru,

S