Monday

13:42

My room is now a total mess.

All of the tenants around seem elsewhere out there and all i found was a stillness.


The wind blows the valance, music heaves the line and I just be like, a girl typing the verse in the middle of straggled clothes, papers everywhere on the floor, the bed uncovered, pants or i aint sure is a pant or blues, jackets, and some documents lie around towels, the blanket is dangled, pillows are somewhere, makeups on the chair, some fall other roll thru the carpet, bags, books, cabels anywhere near my feet, i cant even sever which ones are laundry or been ironed. But the girl keeps typing the verses you are now reading.


And my life began its race.

Aside from college thingy, morning classes, the assistances and assignments, Senates, the club, the bureau, their parties and meetings, i finally decide to move from my previous room. Well i know the room really fits me and the wifi never fails, it also has a big window which i cant easily find at other rooms and lodgers, but there're still some reasons to be rethought.

I. need. a. renewal. and i know it's too early to say such thing but every other thing looks so rushing, noisy and crowded over here and maybe the only healing is a brief shift like going forth from this stroking comfort zone.


Melewatkan dua kali malam mingguku untuk menjalani pembekalan dan welcoming party atau semacamnya bikin aku sama matthew menuh-menuhin malam minggu terakhir kemarin apalagi setelah Jumat malemnya aku kecelakaan. Hehe iya, dan dengan segala ketakjuban dan rasa syukur, aku gak papa walaupun bajuku robek parah (karena waktu itu aku keseret di aspal dan pas lagi gak pake jaket) dan motorku agak hang. Juga mengingat malam minggu yang akan datang besok kami lagi-lagi harus terpisah oleh acara kampus masing-masing. Nyesek ya baca masing-masing nya hahaha apalagi dia acara di pantai sedangkan aku di puncak gunung :)

Aku gak tau kapan terakhir kamarku rapi tapi aku bukan tipe orang yang bisa liat kamar berantakan dan ajaibnya kali ini aku tidak bermaksud untuk merapikannya.

I dont really feel like wanna move or something. I enjoy this chaos. I keep doing everything and loads of duties await.


Wednesday


Ia menatap langit bak bendungan impiannya. Lalu tawanya melompat keluar seperti raksasa.


Tuesday

Proud to be 1/100 of Batch 10



Entah kenapa kumpulan orang ini begitu memukau perhatian saat Studium Generale. Mereka satu-satunya perkumpulan berupa klub (bukan organisasi) yang melenggang ke atas panggung inisiasi fakultas bulan lalu. Begitu memancing keingintahuan dan sangat menawan. Bukannya membagikan program kerja melainkan selebaran-selebaran tentang saham.

Kelompok Studi Pasar Modal.

 Kelompok ini tidak berada di bawah naungan organisasi lain, tapi langsung diatasi oleh Dekanat. Melewati 854 maba di fakultas ekonomi, beruntung bisa mengisikan nama di antara sembilan puluh sembilan yang lain. Beruntung bisa bermain di Galeri Investasinya dan mendapat kartu member buat ikut main saham secara nyata. IDX? Valbury?

Am I gonna be a great trader? Well let see :)

Monday

Terlepas dari predikat aku ini siapa.

Matthew itu keren.

Terlepas dari predikat aku ini siapa dan terlepas dari segala subjektivitas yang mungkin secara kasat mata akan dibebankan ke atas opini-opiniku selanjutnya, soal kepemimpinan dan interpersonal stuffs orang (yang baru aku realize emang) keren ini bener-bener ngajarin aku banyak hal. Apalagi waktu aku udah mulai menjajaki hari-hari sebagai manusia kampus.

Aku bukan tipe perempuan yang bangga akan pacar dengan tiga komponen langka bersamaan: seorang aktivis, akademisi (setauhuku dia belum pernah tidak cum laude), dan bukan perokok (dia sangat bangga dengan hal ini bahkan saat aku sendiri tidak akan terlalu masalah jika dia--nantinya--merokok).

Aku bukan orang lurus, jauh dari sosok cewek berperangkat karakter dan sayap ibu peri yang supportive, bahkan aku cenderung menjadi kerikil (kadang batu karang) dalam pelayaran kesuksesannya.

Sampe suatu hari aku ikut berlayar. Kemudian aku sadar.

Aku sudah berkenalan dengan sosok yang sangat luar biasa. Kakak, senior, teman, sahabat, hubba, bapak, sekaligus pacarku sendiri.

Entah karena ketidakpedulianku dan kejelesanku (kadang) terhadap segala kesibukannya (aku udah bilang aku ini bukan tipe cewek malaikat yang bisa supportive--yang sebenernya dibutuhkan sama tipe cowok pegiat dan lurus macem dia--lurus maksud gue gak neko-neko dan cenderung statis terhadap kehura-huraan), dia jadi jarang menunjukkan dia yang lain.

Dia yang berdiri di sana sebagai seorang konseptor, pemimpin, pelaku, pembiacara, bahkan motivator yang dikagumi. Dia yang sama sekali berbeda saat tiba-tiba menjadi manja dan tidak berdaya di depanku. Dia yang sebenernya aku ingin lihat, bahkan mungkin walaupun bukan sebagai kekasihnya.

Maaf met, aku baru nyadar kamu keren banget. Kamu inspiring banget. Aku kagum, aku salut sama kamu, aku belajar banyak banget dari kamu. Aku ngomong bukan sebagai pacarmu, bukan sebagai orang yang cinta sama kamu, tapi sebagai seorang mahasiswa aru yang baru menghirup bau-bau baru di atas perahu. Kadang aku pingin jadi orang lain dan ada di sana kerja bareng kamu atau ngelihat kamu sebagaimana selama ini yang gak pernah aku lihat sendiri. Yang harus aku dengar dari orang lain dulu. Yang harus aku lihat dari mata dan cerita orang lain dulu.

Aku gak bangga karena aku ini siapa, tapi aku bangga karena udah kenal kamu. Sebagai aku sendiri. Bukan sebagai siapa-siapa.

Aku tahu kamu gak bakal baca, atau at least satu, dua, lima tahun lagi suatu hari saat kamu udah sempet mampir ke sini, jangan narsis ya.

I love you :)

Dealing with an old enemy

Kadang, aku masih nyesek kalau liat pertamina tower ugm. Makin lama aku makin ngerti kalo aku bukan pingin kuliah di ugm. Tapi di pertamina towernya. Tapi makin lama aku ngerti, kalau mau ditilik lebih lanjut, sebenernya ini bukan soal gengsi, tapi obsesi.

Beberapa waktu lalu aku bilang aku mau coba lagi tahun depan. Sekarang aku pikir dua kali untuk kembali dealing with this old enemy, obsesi lamaku. Makin lama, aku makin ragu.

Aku iri sama mereka yang bisa kuliah di menara itu, makan di bonbin, menjalani setiap inisiasinya, eventsnya, dan menjadi para penggarap kegiatannya. Dengan bantuan negara dan atas nama gengsi lembaga, sudah pasti semua akan diselaraskan dengan segala sumber daya (selain manusianya). Selain nama yang menopangnya sendiri yang telah puluhan tahun bertengger dengan gagah di atas sebuah perisai raksasa. Konon, aku sangat piawai menggambarnya.

Lucu tiap liat kak AB yang inspiring banget---aku gak bisa ngukur standardisasi inspiring itu gimana karena bahkan aku gak bisa ngelihat dan menilai gimana Kak AB Kak AB di tempat lain. Contohnya pacarku sendiri. Yang menjadi Kak AB lain di menara yang kebetulan menjadi obsesiku selama ini. Sempet mikir, di luar menara idamanku aja sosok Kak AB rocking banget. Apalagi sosok Kak AB di menara itu yang notabene adalah pacarku sendiri. Dan aku sama sekali tidak bisa melihatnya, menilainya dan menjadikannya tolak ukur lain.

Lantas ini bukan lagi permasalahan antara Kak AB dan Matthew atau bahwa mereka berdua adalah laki-laki penggiat kampus.Tapi bagaimana dunia begitu berparalel dan jenaka dalam mempermainkan keadaan.

Itu nyesek yang pertama.

Nyesek selanjutnya adalah bagaimana kemarin aku baru stalking beberapa youtube accounts yang berhubungan dengan kehidupan menara idamanku yang satu ini. Soundtrack lagunya benar-benar sama dengan soundtrack yang aku gunakan untuk mahakarya yang aku buat beberapa minggu sebelumnya.
Lagu inisiasinya sama. Dresscode inisiasinya sama. Almamaternya hampir sama.

Sekali lagi hal tersebut bukan lagi menjadi masalah sama-tak-sama. Yang paling mengusikku adalah bagaimana aku benar-benar jauh dari impianku sekarang. Atau, adakah yang bisa membangunkanku dari tidur panjang?

Anyway, aku diterima di Seutas. Aku ketagihan mendaftar. Aku pingin daftar PSM. Aku pingin move on dari menara itu. Aku benci. Aku lapar. Aku kesepian.

Irisan-irisan lama

...

“Ada jutaan bintang di balik sana. Tapi sekarang mereka kalah oleh bintang yang terbesar. Kau tahu?” Ia menolehkan kepalanya ke arahku, menemukan mataku. Tentu saja aku tidak siap. “Untuk itu, aku percaya ada alasannya bumi ini berotasi―bukankah kita berpijak di atas dunia yang terus berputar?”

Aku terdiam, menunggu.


Matanya terpejam, dihirupnya dalam-dalam seluruh udara di sekitar kami hingga aku merasa begitu sesak.

“Kau, aku, dan semua orang akan ikut berputar. Kadang seiring, kadang mendahului, kadang saling membelakangi, dan tak jarang yang kembali. Percayalah padaku, aku akan berputar dan kembali bersamamu.”

Entah apa yang membuatku begitu sesak. Sesak sesesak-sesaknya.

Kulihat langit tak lagi biru.
Langit mungilku mengabur, lalu mengalir keluar.


Langitku tumpah.
.
.
.
.
.

Duniaku basah



[potongan cerpen dari koleksi kolase lama]

Denyut sang waktu terasa satu-satu, membenamkan kumpulan memori ke dalam perasaan yang membatu.



"Mungkin aku gak setegak pohon2 lain, gak sekokoh batang2 mereka, aku juga tak punya daun selebat mereka.. Kalo dilihat2 mereka bisa meneduhkanmu, tapi saat kamu berpijak tepat disebelahku dan kutahu kaubutuh peneduhan sedangkan aku sudah botak..
Aku hanya ingin membengkokkan batangku, melindungimu dengan ranting2ku yang tak berdaun, aku rela tak bercengkraman dengan bumi lagi setelah akarku pun kucabut dari tanah demimu, demi kenyamananmu agar kau tak kehujanan dan terhindar dari panas.

Aku rela tak menjadi pohon lagi, aku rela melepas akarku, aku mau kamu tetap di sisiku, akan kupeluk kau dengan batang rapuhku, kepalamu takkan terkena air karena rantingku menyatu melindunginya, akarku siap menjadi alasmu dari pagi hingga malam hari.

Bukan berarti karena aku tak punya daun aku tak bisa menjadi perhentian terakhir dan terbaik buatmu..
Semua akan kulakukan untukmu hingga akhir hidup ini..

Saat yang kokoh dan lebat nampak menggiurkan, keterbatasanku selalu yang terbaik..
Saat 'rumah orang' lebih indah, dengan lembut kubisikkan di telinga 'tak ada yang lebih indah dari rumah kita'
Bukan dengan kemegahkan, kekayaan dan kesempurnaan akan kujaga dirimu, tapi dengan cinta, iman, dan diriku sendiri akan kurangkul erat dirimu.
Kaulah segalanya untukku."

[Miracle Matthew, Natal 2012]


Sunday

Jangan Pernah Puas

Aku nggak bilang kita tidak boleh merasa cukup. Aku bilang, jangan pernah puas. Hanya orang bodoh yang tidak bisa melihat garis di antara keduanya, walau garis itu bukannya dapat dilihat oleh orang yang tidak bodoh, melainkan orang yang tidak mengerti. Maka sekalipun orang itu pintar, namun ia tidak mengerti, ia tetaplah bodoh.

Sayang sekali bahwa Anda tidak merasa puas ketika Anda merasa tidak cukup. Maka mungkin Anda adalah orang yang tamak.

Bingung? Saya juga.

Mungkin saya terlalu lelah.

Lelah yang mengenyangkan. Lelah yang terbayarkan. Lelah yang menguap begitu saja karena data-data berjiwa yang saya dapat tiga hari terakhir.

Senat Mahasiswa.

Aneh ya ketika mahasiswa-mahasiwa lain baru atau bahkan belum menuntaskan inisiasi mereka, aku malah sudah kembali menjalani inisiasi dan tergabung menjadi bagian dari sebuah organisasi (yang bukan main-main) di universitasku. Menjalani seleksi, inisiasi, kemudian mulai beraksi.

Berkenalan dan berdinamika bersama orang-orang yang sama sekali baru. 45 wajah pendatang dan 23 yang lain mencoba menjadi agen agen perubahan. Sepertinya bahasaku terlalu klasik dan kacangan ya. Mari kita ganti saja.

Manajemen Perubahan. Lagi lagi adalah Kak AB yang kembali mengguncang pemikiranku. Baik, kalimatku masih terlalu novelis.

Mungkin aku terlalu lelah.


Lelah yang bertenaga. Lelah yang mulai mengusik. Lelah yang ingin segera bersuara.

Lelah yang membahana. Lelah yang sungguh, sungguh, mendobrak segala kemeremehanku.

Thursday

Gue Yang Itu Part 2

Dulu, zaman Miss Kadek masih ngajar (sekarang beliau--beserta suaminya memutuskan untuk tinggal di rumah guna mengurus anak mereka secara total sekaligus menyekolahkan anak mereka di rumah) beliau pernah memaparkan sesuatu. Jadi, kecerdasan manusia itu dibagi menjadi 8:

Kecerdasan linguistik
Kecerdasan logik-matematik
Kecerdasan musik
Kecerdasan interpersonal
Kecerdasan intrapersonal
Kecerdasan visual-spasial
Kecerdasan kinestetik
Kecerdasan naturalis

Umumya, setiap manusia bisa memiliki 3 kecerdasan dominan. Yang aku bold itu yang aku termasuk dominan di dalamnya. Kalau boleh jujur, akuntansi memang sama sekali keluar dari bidangku. Setiap di interview, pasti banyak yang heran kenapa aku gak masuk Ilmu Komunikasi, HI atau Hukum. Dan aku pasti akan selalu berada pada kadar mau-muntah-dan-mau-ngakak.

Terlepas dari itu, banyak hal yang sedikit mengganggu keseharianku beberapa waktu terakhir. Inget bagaimana aku kemarin hampir terkubur di dasar samudra lalu tiba-tiba meroket...sejenak?

Iya, sejenak. Seminggu terakhir aku bisa dibilang friendless banget. Bukan karena aku ansos kok. Aku bahkan udah ikut 3 organisasi. Maka hidupku tidak semata-mata menjadi kupu-kupu (kuliah-pulang-kuliah-pulang).

Herannya, aku ngerasa friendless.

Entah kenapa beberapa malam aku tiba-tiba nyesek dan nangis. Di mana tidak ada teman untuk menangis. Rasanya melompong, tapi ternyata 'diibaratkan' melompong aja. Pas diintip ke dalam, duh, mau mbludhak nggak karuan.

Ternyata aku kangen banget sama kehidupanku di Malang. Aku gak bisa berhenti kangen Ipang. Tiap minggu pagi aku pasti sama dia, gak jauh jauh dari McD atau KFC Sarinah. Aku gak tau dia di ITB udah jadi apa. Mungkin kekar akibat ospek atau jadi nigga karena terpapar sinar matahari terus-terusan. Sumpah aku kangen Mega. Kenyataan bahwa selama ini aku pikir semua berjalan dengan baik-baik saja dan as-wished membuat aku gak sadar bahwa ketika saatnya tiba, saat di mana aku udah gak ngeliat Mega masih molor di bawah selimut, saat di mana aku teriak-teriak di kamar mandi, saat di mana aku ngeliat dia nyetrika kerudung, dan saat di mana kami menjadi segelintir orang yang sarapan paling akhir bareng, saat itu adalah saat-saat yang paling bikin lo nyesel karena hanya berjalan begitu saja. Saat lo lupa untuk melihat setiap hal kecil di sekitar dan bersyukur karenanya. Saat di mana lo baru sadar mereka udah gak ada, dan semua gak sama lagi. Saat di mana lo mimpi indah dan dibangunin. Entah untuk sekedar menjalankan kewajiban atau untuk beranjak dan menjadikan mimpi itu nyata.

Guess I was in the cloud when all of these things really started to fall and landed.

Gue kesepian. Gue kangen. Gue ingin bersandar. Menyadarkan sejenak kepala gue. Menyilangkan kaki gue. Mengangkat lengan gue tinggi-tinggi, dan melihat bagaiman dunia menjadi sedikit lega karenanya.

Gue bukannya gak punya temen di sini. Gue bukannya gak bisa adaptasi. Tapi gue friendsick. Gue bukannya gak nganggep Matthew ada. Tapi dia juga gak bisa terus-terusan bareng gue atau tidur sekosan sama gue. Gue bukannya gak punya temen kos. Gue hanya.. gue hanya...

Gue masih ingin tidur dan bermimpi indah.

Dan gue tahu gue salah.



CATATAN KAKI. (ditambahkan pada hari Jumat 29 Juli 2016 pukul 4:58 sore). Ngakak. Jadi ceritanya baru nemu apa yang bikin orang sempet mikir nggak nggak dua tahun lalu, waktu admirer2 matthew mungkin sedikit kepo dan mendarat ke blog ini, lalu membaca tulisan ini. "Tapi dia juga gak bisa terus-terusan bareng gue atau tidur sekosan sama gue."

GUYS. TOLOOOONG. MAKSUD KALIMAT MAJEMUK TERSEBUT ADALAH:
1. Dia juga gak bisa terus-terusan bareng gue
atau
2. Dia juga gak bisa tidur sekosan sama gue

See the differences?

Plis, gue masih cewek bermartabat. Proud tb still a virgin.

There are those who say that fate is something beyond our command. That our destinies are not our own. But I know better. Our fate lives within us. You only have to be brave enough to see it.



Gue yang ini dan gue yang itu

Iya, gue tau gue bukan anak psikologi. Tapi beberapa waktu terakhir emang gue lagi demen baca-baca soal analisis kepribadian, seperti di entri yang barusan, yang sebelumnya, yang tentang kegeminian gue banget dan yang tentang bagaimana pertama kalinya gue ngerti INFJ--berikut kopas-an gue biar kalian gak ribet buka tab baru,

INFJ is the rarest of types, usually accounted as being between 1–3% of the population. INFJs are conscientious and value-driven. They seek meaning in relationships, ideas, and events, withan eye toward better understanding of themselves and others. Using their intuitive skills, they develop a clear and confident vision, which they then set out to execute, aiming to better the lives of others. Like their INTJ counterparts, INFJs regard problems as opportunities to design and implement creative solutions. INFJs have a rich, vivid inner life that they may be reluctant to share with those around them. Nevertheless, they are congenial in their interactions and perceptive of the emotions of others.
INFJs tend to be sensitive, quiet leaders with a great depth of personality. They are intricately, deeply woven, mysterious, highly complex, and often puzzling, even to themselves. They have an orderly view toward the world but are internally arranged in a complex way that only they can understand. Abstract in communicating, they live in a world of hidden meanings and possibilities. With a natural affinity for art, INFJs tend to be creative and easily inspired, yet they may also do well in the sciences, aided by their intuition.
Sedangkan kalau di web resminya dituliskan begini: The INFJ personality type is very rare, making up less than one percent of the population, but they nonetheless leave their mark on the world. As Diplomats (NF), they have an inborn sense of idealism and morality, but what sets them apart is the accompanying Judging (J) trait – INFJs are not idle dreamers, but people capable of taking concrete steps to realize their goals and make a lasting positive impact. (Klik buat ngelihat lebih lanjut perihal Pribadi INFJ ... )

Lebih tepatnya lagi seneng aja kali ya ngeliat gimana sih aku di mata orang. Sebenernya udah dari dulu banget emang suka observing, entah dari yang paling ngaco sampe yang master banget. Kadang aku pikir mungkin aku ini indigo bisa baca orang tapi gaaak. Itu dusta hahaha.


Tuesday

Some say our destiny is tied to the land, as much a part of us as we are of it. Others say fate is woven together like a cloth, so that one's destiny intertwines with many others. It's the one thing we search for, or fight to change. Some never find it. But there are some who are led.



Brave, 2012