Wednesday

Pemuja Rahasia

Rambutnya.

Senyumnya.

Matanya.

Tawanya.

Suaranya membuatku tak tahan untuk menolehkan kepala. Dia berdiri bak melayang. Makin kuidamkan dirinya, makin tergia-gila aku padanya. Aku tak peduli. Laki-laki itu bukanlah tandinganku. Ia hanya lebih beruntung. Sungguh, akan kubahagiakan dia melebihi kebahagiaannya sekarang.

Namun aku tak akan merenggut semua itu darinya. Aku tak mungkin mencabut senyumnya yang selalu membuatku berani untuk menghiraukan dunia. Aku tak mungkin menghapus kialu gerlingannya yang membuatku merasa layak memilikinya. Tidak, aku tak sampai hati untuk memanggil namanya. Biarlah aku duduk di sini, menatapnya yang sibuk menyapa setiap orang. Tidak, aku tak akan melewatkan sedetik pun, bahkan untuk menjadi satu dari mereka yang akan disapanya. Cukuplah dunia menangis bersamaku, dan memutar-balik di bawah kakiku. Aku masih ingin menatapnya lebih lama lagi.

Aku masih ingin menatapnya lebih lama, lebih lama, lebih lama, dan lebih lama lagi.

Oh Tuhan, izinkan kedekap erat tubuhnya. Izinkan kusampaikan bahwa aku ada. Aku ada untuknya, dan ada karenanya. Izinkan kusampaikan sejuta doaku padanya. Izinkan aku hanya diam menatapnya. Izinkanlah kurasakan segala hal bernama bahagia. Izinkanlah kusampaikan semuanya bersama diam. Izinkanlah aku bangun untuk sejenak berhenti bermimpi. Izinkanlah aku berarti. Izinkanlah aku terus merindunya. Izinkanlah aku memujanya. Izinkanlah aku.. mencintainya.




[potongan cerpen dari koleksi kolase lama]

No comments:

Post a Comment